Minggu 28 Agustus lalu, para pencinta musik gitar menyaksikan sejarah baru dalam perkembangan dunia gitar klasik Indonesia. Alvaro Pierri, gitaris internasional kelahiran Uruguay, menunjukkan kelasnya sebagai salah satu gitaris terbaik dunia di Auditorium Goethe Haus Jakarta.
Gitaris yang belum begitu dikenal di Indonesia dan untuk pertama kalinya tampil di Asia Tenggara ini menghipnotis para penonton melalui permainan gitarnya yang sarat dengan kalimat musik yang sangat puitis, ritme yang kuat, serta jangkauan volume suara yang luas dan eksplorasi warna-warna nada-nada (colour) gitar yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya.
Karisma seorang musikus besar membuat para penonton menahan napas untuk mendengarkan setiap nada yang dihasilkan dari petikan jarinya di atas instrumen berdawai enam ini. Beberapa penonton sempat terharu dan meneteskan air mata pada saat Alvaro memainkan bagian-bagian liris dari beberapa komposisi pada malam itu. Auditorium yang sempat mulai terasa lembap karena AC yang dimatikan atas permintaan sang maestro tidak membuat penonton malam itu beranjak dari kursinya.
Konser dibuka dengan lima komposisi singkat dari Jakub Pollak (1545-1605), seorang komponis dan pemain lute kerajaan pada masa pemerintahan Louis XII di Paris yang konon banyak menulis karya-karya terbaiknya pada saat mabuk. Tema melodi yang jernih dan ritme dansa zaman renaissance Eropa menyuguhkan pembukaan konser yang elegan.
Gran Sonata A Mayor dari komponis dan pemain biola legendaris Nicolo Paganini menjadi menu program berikutnya. Karya yang sebenarnya merupakan lelucon dari Paganini ini dipersembahkan untuk seorang wanita misterius yang dicintainya. Pierri memainkan Sonata yang sarat dengan tingkat kesulitan teknik yang tinggi ini dengan keringanan dan kejernihan, sekaligus keseimbangan di antara melodi, iringan, dan bas. Permainan portato (not-not pendek)-nya mengingatkan orang pada 24 carprice yang terkenal dari Paganini. Sebagai penutup bagian pertama konser, Alvaro memainkan dua karya indah dari musik folklore Brasil dan diakhiri dengan Etude no.12 dari Villa Lobos. Di bagian kedua konser, tremolo liris dari Campanas del Alba, karya dari komponis Eduardo Sainz de la Maza, terdengar begitu jernih dan memanjakan penonton selama beberapa menit dengan ilustrasi suasana sore hari yang romantis di Catalunya, negara bagian utara Spanyol yang berbatasan dengan Perancis.
Komposisi dari raja Tango Nuevo, Astor Piazzolla-Verano PorteƱo dan Compadre diperdengarkan dengan ritmik Tango yang kental melalui permainan bass yang perkusif, diiringi dengan campuran harmoni bernuansa jazz, klasik, folklore yang merupakan ciri khas dari Astor Piazzolla. Pierri sendiri pernah berkolaborasi dengan sang komponis semasa hidupnya.
Konser ditutup dengan Sonata op.47 dari Alberto Ginastera yang sekaligus menjadi puncak program malam ini. Sonata yang terdiri dari empat bagian ini merupakan karya yang sangat sulit untuk dimainkan karena menuntut kemampuan teknik yang sangat mapan dan pengetahuan yang luas mengenai musik rakyat Argentina. Bagian terakhir dari Sonata merupakan ramuan tarian Chacarera, Malambo, dan Caja. Berbagai macam teknik permainan Rasguado dan perkusif yang begitu kaya dari Pierri membuka mata penonton dan menyambut akhir konser ini dengan tepuk tangan riuh. Setelah dua encore, penonton menutup konser dengan standing ovation untuk sang Maestro.
0 komentar:
:)) :)] ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} ~x( :-t b-( :-L x( =))
Posting Komentar